BAB I
PENDAHULUAN
بسم
الله الرحمن الرحيم
الحمد
لله رب العالمين والصلاة والسلام على المبعوث رحمة للعالمين سيدنا محمد
وعلى اله وصحبه اجمعين امابعد
Dalam pembahasan makalah ini, penulis akan membahas tentang bid’ah.
Seringkali kita mendengar kata bid’ah, baik dalam ceramah maupun dalam
untaian hadits Rasulullah SAW.
Namun, tidak sedikit di antara kita belum memahami dengan jelas apa yang
dimaksud dengan bid’ah sehingga seringkali salah memahami hal ini.
Bahkan perkara yang sebenarnya bukan bid’ah kadang dinyatakan bid’ah
atau sebaliknya.
Bid’ah adalah mengadakan suatu perkara yang baru dalam agama. Perlu kita ketahui bersama bahwa berdasarkan kesepakatan
kaum muslimin, agama Islam ini telah sempurna sehingga tidak perlu adanya
penambahan atau pengurangan dari ajaran Islam yang telah ada. Marilah kita
renungkan hal ini pada firman Allah SWT.
الْيَوْمَ
أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ
الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini
telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Ma’idah [5] : 3).
Untuk lebih jelasnya, mari sama-sama kita fahami isi
makalah berikut ini. Semoga bisa menjadi manfaat bagi kita semua.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
BID’AH
1.
Definisi Secara Bahasa
Bid’ah secara bahasa
berarti membuat sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya. (Lihat Al Mu’jam Al
Wasith, 1/91, Majma’ Al Lugoh Al ‘Arobiyah-Asy Syamilah)
Hal ini sebagaimana
dapat dilihat dalam firman Allah Ta’ala,
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
“Allah Pencipta
langit dan bumi.” (QS. Al Baqarah [2] :
117, Al An’am [6] : 101), maksudnya adalah mencipta (membuat) tanpa ada contoh
sebelumnya.
Juga firman-Nya,
قُلْ مَا كُنْتُ بِدْعًا مِنَ الرُّسُلِ
“Katakanlah: ‘Aku bukanlah
yang membuat bid’ah di antara rasul-rasul’.” (QS. Al Ahqaf [46] : 9) , maksudnya aku bukanlah Rasul pertama yang
diutus ke dunia ini. (Lihat Lisanul ‘Arob, 8/6, Barnamej Al Muhadits
Al Majaniy-Asy Syamilah)
[Definisi
Secara Istilah]
Definisi bid’ah secara
istilah yang paling bagus adalah definisi yang dikemukakan oleh Al Imam Asy
Syatibi dalam Al I’tishom. Beliau mengatakan bahwa bid’ah adalah:
عِبَارَةٌ عَنْ طَرِيْقَةٍ فِي الدِّيْنِ
مُخْتَرَعَةٍ تُضَاهِي الشَّرْعِيَّةَ يُقْصَدُ بِالسُّلُوْكِ عَلَيْهَا
المُبَالَغَةُ فِي التَّعَبُدِ للهِ سُبْحَانَهُ
Suatu istilah
untuk suatu jalan dalam agama yang dibuat-buat (tanpa ada dalil, pen) yang
menyerupai syari’at (ajaran Islam), yang dimaksudkan ketika menempuhnya adalah
untuk berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala.
Definisi di atas adalah
untuk definisi bid’ah
yang khusus ibadah dan tidak termasuk di dalamnya adat (tradisi).
Adapun yang memasukkan
adat (tradisi) dalam makna bid’ah, mereka mendefinisikan bahwa bid’ah adalah
طَرِيْقَةٌ فِي الدِّيْنِ مُخْتَرَعَةٍ تُضَاهِي
الشَّرْعِيَّةَ يُقْصَدُ بِالسُّلُوْكِ عَلَيْهَا مَا يُقْصَدُ بِالطَّرِيْقَةِ
الشَّرْعِيَّةِ
Suatu jalan dalam agama
yang dibuat-buat (tanpa ada dalil, pen) dan menyerupai syari’at (ajaran Islam),
yang dimaksudkan ketika melakukan (adat tersebut) adalah sebagaimana niat
ketika menjalani syari’at (yaitu untuk mendekatkan diri pada Allah). (Al
I’tishom, 1/26, Asy Syamilah)
Definisi yang tidak
kalah bagusnya adalah dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau rahimahullah
mengatakan,
وَالْبِدْعَةُ : مَا خَالَفَتْ الْكِتَابَ
وَالسُّنَّةَ أَوْ إجْمَاعَ سَلَفِ الْأُمَّةِ مِنْ الِاعْتِقَادَاتِ
وَالْعِبَادَاتِ
“Bid’ah adalah i’tiqod
(keyakinan) dan ibadah yang menyelishi Al Kitab dan As Sunnah atau ijma’
(kesepakatan) salaf.” (Majmu’ Al Fatawa, 18/346, Asy Syamilah)
Ringkasnya pengertian
bid’ah secara istilah adalah suatu hal yang baru dalam masalah agama setelah
agama tersebut sempurna. (Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Al Fairuz Abadiy
dalam Basho’iru Dzawit Tamyiz, 2/231, yang dinukil dari Ilmu Ushul
Bida’, hal. 26, Dar Ar Royah)
Sebenarnya terjadi
perselisihan dalam definisi bid’ah secara istilah. Ada yang memakai definisi
bid’ah sebagai lawan dari sunnah (ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam),
sebagaimana yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Asy Syatibi, Ibnu
Hajar Al Atsqolani, Ibnu Hajar Al Haitami, Ibnu Rojab Al Hambali dan Az
Zarkasi. Sedangkan pendapat kedua mendefinisikan bid’ah secara umum, mencakup
segala sesuatu yang diada-adakan setelah masa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam baik yang terpuji dan tercela. Pendapat kedua ini
dipilih oleh Imam Asy Syafi’i, Al ‘Izz bin Abdus Salam, Al Ghozali, Al Qorofi
dan Ibnul Atsir. Pendapat yang lebih kuat dari dua kubu ini adalah pendapat
pertama karena itulah yang mendekati kebenaran berdasarkan keumuman dalil yang
melarang bid’ah. Dan penjelasan ini akan lebih diperjelas dalam penjelasan
selanjutnya. (Lihat argumen masing-masing pihak dalam Al Bida’ Al Hawliyah,
Abdullah At Tuwaijiri, www.islamspirit.com)
Inilah sedikit muqodimah mengenai definisi
bid’ah dan berikut kita akan menyimak beberapa kerancuan seputar bid’ah. Pada
awalnya kita akan melewati pembahasan ‘apakah setiap bid’ah itu sesat?’. Semoga
kita selalu mendapat taufik Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar